Masyarakat Adat Lampung dan Kemerdekaan RI ke 80 sebuah paradoks

Bandar Lampung (ISN) – Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 membawa refleksi mendalam, terutama bagi masyarakat adat seperti di Lampung.

Terdapat paradoks yang menarik dan sering kali luput dari perhatian publik. Di satu sisi, masyarakat adat Lampung turut berjuang merebut kemerdekaan, dengan tokoh-tokoh pahlawan seperti Radin Inten II yang gigih melawan penjajah. Semangat piil pesenggiri, filosofi hidup yang menjunjung tinggi harga diri dan keberanian, menjadi landasan perjuangan mereka.

Dalam memperingati 80 tahun Kemerdekaan Indonesia, semangat piil pesenggiri yang menjadi filosofi hidup Masyarakat Adat Lampung memegang peranan krusial.

Filosofi ini tidak hanya sekadar slogan, melainkan sebuah kode etik moral yang sangat relevan untuk menjaga kedaulatan bangsa.

*Makna dan Relevansi Piil Pesenggiri serta Aplikasikasi Di Era Modern*

​Piil pesenggiri terdiri dari dua kata utama yang saling melengkapi:

1. ​Piil (Harga Diri/Kehormatan): Ini merujuk pada martabat, kehormatan, dan harga diri. Dalam konteks kemerdekaan, piil mendorong setiap individu untuk menjunjung tinggi integritas, tidak mudah tunduk pada tekanan asing, dan berjuang untuk kebenaran. Peringatan 80 tahun kemerdekaan adalah momentum untuk menguatkan kembali harga diri bangsa di mata dunia, menolak segala bentuk intervensi yang merugikan kedaulatan negara.

2. ​Pesenggiri (Keberanian/Berjiwa Ksatria): Ini adalah keberanian untuk bertindak, membela kebenaran, dan mengambil risiko demi kebaikan bersama. Pesenggiri adalah semangat yang menggerakkan para pahlawan Lampung, seperti Radin Inten II, untuk tidak gentar melawan penjajah.

Semangat ini juga relevan di era modern, di mana kita dituntut untuk berani menghadapi tantangan global, seperti krisis ekonomi, perubahan iklim, dan penyebaran informasi palsu.

​Penerapan piil pesenggiri dalam peringatan 80 tahun kemerdekaan dapat diwujudkan dalam beberapa hal:

​Penguatan Karakter Bangsa: Menanamkan nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan etos kerja yang tinggi agar tidak mudah tergerus oleh budaya konsumtif dan korupsi.

Kemandirian Ekonomi: Berani berinovasi dan mengembangkan produk-produk lokal, serta tidak bergantung pada produk impor.
​Kedaulatan Budaya: Menjaga dan melestarikan budaya lokal sebagai identitas bangsa di tengah gempuran budaya asing.

*​Paradoks Kemerdekaan dan Tantangan Masyarakat Adat*

​Setelah 80 kemerdekaan Repubilik Indonesia masyarakat adat justru menghadapi berbagai tantangan yang seolah berlawanan dengan cita-cita kemerdekaan itu sendiri.

Permasalahan Tanah Adat: Salah satu isu paling krusial adalah sengketa tanah adat. Kemerdekaan tidak serta-merta menjamin pengakuan penuh atas hak ulayat. Sering kali, kebijakan pemerintah pasca-kemerdekaan, seperti program transmigrasi di era Orde Baru, mengalihkan fungsi tanah adat menjadi lahan untuk pendatang atau perusahaan perkebunan.

Hal ini menimbulkan konflik sosial dan membuat masyarakat adat merasa haknya terancam, seolah “terjajah” di tanahnya sendiri.

Pergeseran Identitas dan Budaya: Globalisasi, urbanisasi, dan modernisasi turut mengikis nilai-nilai adat. Bahasa Lampung, misalnya, semakin jarang digunakan oleh generasi muda. Kurangnya integrasi budaya lokal dalam kurikulum pendidikan formal membuat pewarisan nilai-nilai adat menjadi tantangan besar.

Minimnya Pengakuan Hukum: Meskipun UUD 1945 dan beberapa peraturan lainnya telah mengakui keberadaan masyarakat adat, implementasinya di lapangan masih menghadapi kendala. Perlindungan hukum yang belum kuat membuat masyarakat adat rentan terhadap eksploitasi sumber daya alam dan kebijakan yang tidak berpihak.

Dengan demikian, kemerdekaan bagi masyarakat adat Lampung bukan hanya tentang lepas dari penjajahan fisik, tetapi juga perjuangan berkelanjutan untuk memperoleh pengakuan, perlindungan, dan hak-hak dasar mereka di negara yang mereka turut perjuangkan.

Peringatan kemerdekaan ke-80 seharusnya menjadi momentum untuk merefleksikan kembali janji-janji kemerdekaan, memastikan bahwa seluruh elemen bangsa, termasuk masyarakat adat, dapat merasakan kemerdekaan sejati secara utuh.

Tulis Oleh Prof. Dr. Hamzah, SH, MH.

Loading

Related posts

Leave a Comment